Sanksi Tindakan Kebiri Kimia Kepada Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Ditinjau dari Hak Asasi Manusia dan Tujuan Pemidanaan
Abstract
Kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Artinya, banyak kasus yang tidak terungkap dan dilaporkan, yang terlihat hanya di bagian puncaknya dan di permukaan saja. Sebenarnya permasalahan jauh lebih besar dari itu. Korban yang mengalami kekerasan seksual bisa juga mengalami kekerasan fisik serta menderita secara psikis. Undang-undang No.17 tahun 2016 diberlakukan karena sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang sebelumnya belum memberikan efek jera serta belum mampu mencegah secara komprehensif terhadap kekerasan seksual terhadap anak. Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 selain sanksi pidana pokok dan tambahan, pelaku juga dapat dikenakan sanksi tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Peraturan Pemerintah No.70 tahun 2020 mengatur mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Namun dari sekian banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak, baru satu pengadilan yang menjatuhkan putusan berupa kebiri kimia yakni di Pengadilan Negeri Mojokerto meskipun ada beberapa pihak yang menolak dengan alasan kemanusiaan dan tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : meninjau sanksi kebiri kimia dari sudut Hak Asasi Manusia (HAM) dan tujuan pemidanaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan kebiri kimia dan pemasangan chip pada dasarnya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”), masuk dalam Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Akan tetapi pelaku pada saat melakukan kejahatan kekerasan seksual juga tidak memikirkan hak-hak anak yang telah dilindungi oleh negara. Kekerasan Seksual secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, juga mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Hak anak secara tegas tercantum dalam konstitusi Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yakni: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Ditinjau dari tujuan pemidanaan, pengenaan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual menggunakan teori gabungan, berupa teori pembalasan karena telah melakukan kejahatan sehingga harus di hukum, serta teori tujuan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat seperti tujuan pidana adalah mencegah terjadinya kejahatan. Tidak akan ada sanksi kebiri jika tidak ada kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.
Kata Kunci : Kekerasan Seksual, Kebiri Kimia, Hak Asasi Manusia, Tujuan Pemidanaan.
Full Text:
22-35 PDFDOI: http://dx.doi.org/10.51825/sjp.v1i1.11433
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2021 Sultan Jurisprudence: Jurnal Riset Ilmu Hukum
Telp. (0254) 280330 Ext. 218, Fax.: (0254) 281254
Website: https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurisprudence
E-mail : [email protected]
OPEN ACCESS POLICY
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.